Search This Blog

Aini Sunnia: 13 Sentuhan Hawa

Resensi Kumpulan Cerpen 13 Perempuan



13 Sentuhan Hawa
Oleh : Aini Sunnia
Judul                           :13 Perempuan
Pengarang                   : Yonathan Rahardjo
Penerbit                       : Medium,Bandung
Tebit pertama kali       : Juli,2011
Tebal                           :108 halaman
Harga                           : Rp 21.000,-
            Drh.Yonathan Rahardjo adalah dokter hewan yang ulet didunia tulis-menulis. Cerpen-cerpennya banyak dimuat di surat kabar dan berhasil mendapatkan penghargaan. Yonathan Rahardjo ini tercatat sebagai  salah satu dokter hewan yang menjadi sastrawan Indonesia.

Kisah-kisah kehidupan kaum hawa yang diangkat melalui cara khusus menghasilkan cerita menawan. Yonathan Rahardjo mampu menguak batin perempuan. Buku ini spesial dipersembahkan untuk kaum hawa yang ingin menyadari jiwanya. Asmara, rindu, dendam, tragedi, dan spiritualitas menggumpal menjadi sebuah pesona unik.
            Kisah-kisah yang diangkat didalam cerpen –cerpen Yonathan Rahardjo sangatlah variatif, tidak mengerucut pada satu pembahasan. buku 13 perempuan ini memuat 13 judul cerpen dan semuanya pernah dimuat di media cetak pada tahun 2007-2010, dan hal ini adalah bukti bahwa karya ini patut diapresiasikan.
            Berbagai kisah yang disajikan, mampu menghipnotis pembaca untuk merenungi kehidupan. Dari cerita yang pendek tetapi sangat mengena kepada pembaca. Semuanya diungkap secara lugas dan tidak dibuat-buat. Menunjukkan kehidupan yang nyata.
            Bagaimana kisah para perempuan ditulis oleh seorang lelaki? Penokohan dan heroisme lelaki memang masih kuat dalam beberapa tulisan di dalamnya. Angka 13 ditakuti karena mengandung kesialan. Dan menjadi perempuan adalah bentuk kesialan yang lain karena kerap menjadi korban kekuasaan laki-laki. Tapi di tangan Yonathan Rahardjo yang terwujud adalah kelembutan, kesahajaan, dan keramahan karena dirangkai dengan kata-kata yang puitis. Melewatkan cerita di dalamnya adalah sebuah kerugian bagi nurani dan moral.
            Cerita “Anak Walikota” dalam buku ini merupakan salah satu cerita yang ringan dibaca. Dalam cerita ini terlihat bahwa Yonathan Rahardjo juga bisa mengusai dunia remaja dengan bahasanya yang ringan . Dari Karya ini, tergambar bahwa Yonathan Rahardjo bukan hanya dokter hewan yang pandai, tetapi juga Sastrawan hebat yang puitis dan logis.

Lia Pandaan: Tantangan yang menarik, Imajinasi yang Luar Biasa

http://id.shvoong.com/books/novel-novella/2267339-13-perempuan/

13 Perempuan
oleh: LiaPandaan

Pengarang : Yonathan Rahardjo
Belum dinilai Kunjungan : 43 kata:300
More About : biografi yonathan rahardjo

Tidak banyak para lelaki yang paham dunia perempuan. Buku Kumpulan Cerpen yang ditulis oleh salah satu penulis cerpen laki-laki yang ternyata juga seorang Dokter Hewan . Nama beliau Yonathan Rahardjo tercatat sebagai salah satu dari 100 Profil Dokter Hewan yang Berprestasi dalam buku 100 Tahun Dokter Hewan Indonesia (2010). Tak disangka dokteryang satu ini juga pandai menulis cerpen, apalagi banyak bercerita tentang perempuan.

Ada 13 cerpen yang berkisah tentang traged, asmara, motivasi, dan tema lain yang diangkat yang semuanya sarat dengan makna untuk kita renungkan baik-baik.Kehidupan yang hiruk pikuk ini , bukan untuk kita sesali , tapi untuk kita cari hikmah di balik semua peristiwa. Pastilah ada sesuatu yang membuat kita bersyukur , karena Tuhan Yang Maha Pemurah selalu memberikan yang terbaik untuk kita.

Meskipun ada beberapa cerpen yang endingnya tidak jelas, tapi tetap membuat buku ini menarik untuk disimak. Para pembaca harus cerdas menelaah maksud yang tersembunyi dari ending. Inilah tantangannya yang menarik, kita bisa menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi pada para tokoh cerita (Judul: Cerita Perempuan). Bahasa yang dipakai dalam Kumpulan Cerpen ini cukup nyaman. Sehingga membuat pembaca tenang untuk menelusuri kata demi kata yang terangkai indah. Imajinasinya tentang kerajaan Panjalu tempo dulu, tentang Galuh Candra Kirana, juga luar biasa. Membuat kita para pembaca ikut larut dalam cerita masa lalu. Sumber: http://id.shvoong.com/books/novel-novella/2267339-13-perempuan/#ixzz2CZW0qy7O

Ashree Kacung: Lapisan Rindu dalam cerpen Cermin Peninggalan

Sumber: http://www.facebook.com/notes/ashree-kacung/lapisan-rindu-dalam-cerpen-cermin-peninggalan/10151084262081691. 
Keterangan Foto: Ashree Kacung (kiri) dan Anas AG saat Launching 3 Buku Terbitan Gus Ris Foundation termasuk Novel Wayang Uripkarya Yonathan Rahardjo di Bojonegoro 20 Oktober 2012

Lapisan Rindu dalam cerpen Cermin Peninggalan .
by Ashree Kacung on Friday, 2 November 2012 at 13:47 ·

Lapisan Rindu dalam cerpen Cermin Peninggalan karya Yonathan Rahardjo*

*Sebuah catatan yang belum selesai

Ngene, ketika diam – diam kita melihat pemikiran yang tertuang baik melalui media apapun, maka disana akan ada struktur. Nah struktur ini tidak hanya satu lapis, akan tetapi bisa berlapis – lapis. Bentuk visual atau gambaran lapisan struktur bisa dilihat pada bangunan yang sudah termanifestasikan. Secara gampang bisa kita sebutkan bahwa manifestasi visual adalah gambaran struktur dari peresapan fenomena.

Sekarang mari kita lihat manifestasi visual dari fenomena yang ditangkap oleh cerpenis. “Satu daun melayang dari ranting pohon jambu biji yang termangu di depan rumah tempat duduk termangunya. //Aku perempuan tua…menakar perjalananku dengan anak perempuanku. (hal. 37)”. Bentuk fenomenanya adalah daun melayang dari ranting, yang kemudian di manifestasikan dengan anak perempuanku.

Secara struktural, anak perempuanku adalah lapis pertama dari daun melayang. Karena jelas akan ada lapis – lapis lain setelahnya. Atau bisa jadi lapis lain itu di picu oleh fenomena yang lain tetapi masih ada hubungannya.

Peristiwa ketika melihat seorang laki – laki berjalan akan memicu ” Aku perempuan kabur mata, melihatnya dengan terbata seperti melihat diri sendiri dalam sosok pejalan kaki itu. (hal 38)” dan “…aku malah ingat dia, lelaki suamiku (hal 39)”. Laki – laki yang berjalan secara simultan membuat struktur lapisan baru berupa sosok suami. Jelas karena keduanya punya hubungan jenis kelamin, yakni sama – sama lelaki.

Tetapi kemudian struktur ini, membuat lapisan kedua berupa “Mas, suamiku, hanya setelah aku ingat tentang anak bungsu kita yang terasing di ujung lain pulau kita. (hal 40)”. Tidak berhenti sampai disini lapisan itu kemudian memicu lapisan ketiga berupa “Begitu mengingatnya, satu-satunya anak perempuan kita, tiba – tiba aku mengingat dirimu dan merasa kita…(hal 41)”.

Lapisan terakhir yang bisa kita sebut adalah “Dan kini, satu – satunya anak perempuan kita, justeru telah menjadi pemimpin iman bagi umat (hal 42)”. Setelahnya hanya ada kesimpulan korelasional diantara lapisan – lapisan tersebut guna menjadi struktur yang utuh.
Struktur yang utuh itu ialah “Kalau aku yang di cerminkan olehnya sudah ada, bukankah kehadiran cermin itu sudah tidak perlu lagi ? (hal 43).” Artinya bahwa satu peristiwa secara kronologis paling tidak bisa menimbulkan empat lapis peristiwa yang begitu korelatif.

Apa gunanya membaca struktur dan lapisan – lapisan peristiwa setelahnya ?

Paling tidak kita akan mengetahui pola pemikiran cerpenis. Kita bisa melihat konstruksi seperti apakah yang akan dibangun di dalam cerpennya. Dengan melihat lapisan – lapisan itu secara detil, sebenarnya dalam ranah pengetahuan kolektif kita akan berpendar sesuatu yang terberi secara begitu saja, atau sebut saja sebagai taken for granted perception. Contohnya adalah daun dan perempuan, otak kita secara tiba – tiba akan menproyeksikan bahwa daun adalah simbol perempuan. Dalam konstelasi berfikir alam bawah sadar kita ternyata sudah tersetting oleh lingkungan alam bahkan kebudayaan. Tidak ada atau jarang sekali lelaki dihubungkan dengan daun. Paling banyak, lelaki dihubingkan dengan ranting atau pohon atau akar. Artinya daun bisa jadi sangat identik dengan feminisme secara kultural.

Kemudian kita juga akan bisa melihat kecenderungan logika. Kebanyakan memang cerpenis menggunakan logika normatif. Penggunaan logika normatif berhubungan erat norma-norma yang ada di dalam masyrakat. Kebanyakan produk sastra punya akses atau lebih mudah menggunakan dogma – dogma normatif dalam penyampaiannya. Entah karena ia hanya mengcapture peristiwa atau memang murni refleksi kepribadian si penulis atau bisa juga juga ada maksud terselubung yang diselundupkan di dalamnya. Logika normatif itu bisa kita lihat melalui hubungan antara, lelaki yang berjalan, suami, anak perempuan dan keimanan. Secara tidak sadar kita juga digiring untuk membuat struktur normatif dalam alam bawah sadar kita. Bahwa keimanan mestinya mampu membuat hubungan keluarga menjadi baik.

Beda misalnya ketika logika yang dipakai adalah logika destruktif. Ketika melihat lelaki berjalan bisa jadi lapisan yang timbul adalah pria idaman lain, anak hasil pereselingkuhan dan keberdosaan. Ternyata logika destruktif tak kita temukan pada cerpen tersebut.

Sekarang mari kita coba melihat alasan kenapa cerpen itu ada dengan segala struktur dan lapisan – lapisannya.
Fenomena berasal dari realitas. Dan realitas itu bisa sejajar atau bahkan sebaliknya. Prosesnya bisa dilihat seperti bahwa:
1.penulis melihat seorang ibu, kemudian di buatlah struktur cerita.
2.Sebaliknya sebagaia lelaki -yang identik dengan ayah-, ia (cerpenis) merindukan sosok ibu. Maka ketika dia melihat sosok ayah dituliskanlah cerita tentang ibu.
3. Penulis merindukan sosok saudara perempuan yang begitu dinanti kedatanganya.
Ketiga peristiwa tersebutlah yang paling mungkin mendasari cerita ini ada. Dan dari ketiga peristiwa tersebut lapisan – lapisan struktur diciptakan untuk kemudian di dalamnya dimasukkan logika normatif.

Kerinduan memang satu hal yang begitu dahsyat, ia bisa dengan sangat tajam membuat sayatan – sayatan ingatan menyembul. Keperihan, kesendirian, kekalutan yang begitu erat dengan rindu membuat sayatan itu semakin nyata. Kekosongan akan semua sosok kini telah begitu kompleks terisi oleh lapisan – lapisan yang memberikan pancaran energi. Kekuatan pancaran energi rindu inilah yang merupakan titik awal manifestasi sebuah karya.

Surabaya, 2 November 2012

Maria Dorotea: Skripsi S1 Representasi Feminis Dalam Buku 13 Perempuan



Dapat A

Representasi Feminis Dalam Buku 13 Perempuan Karya Yonathan Rahardjo

Skripsi S1 

oleh 
Maria Dorotea D.A. Stevianita 

Program Studi Ilmu Komunikasi 
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi 
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 
2012 

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dalam melakukan penelitian Analisis Wacana Kritis Sara Mills pada 13 Cerpen peneliti menemukan beberapa kesimpulan:
1. Teks dipandang sebagai sarana sekaligus media melalui mana satu kelompok mengunggulkan diri sendiri dan memarjinalkan kelompok lain. Pada sebagian besar cerpen, perempuan diposisikan sebagai pencerita, menjadikan realitas tampil apa adanya, karena realitas didefinisikan oleh aktor yang bersangkutan.
2. Realita yang direpresentasi melalui penempatan perempuan sebagai subjek cerita, mencerminkan gagasan pengarang. Karena isi media tidak merupakan murni realitas maka representasi lebih tepat dipandang sebagai cara bagaimana komunikator membentuk versi realitas dengan cara-cara tertentu bergantung pada kepentingannya, apalagi ditulis oleh pengarang laki-laki.
3. Enam cerpen menunjukan ideologi perjuangan gender, dengan empat diantaranya beraliran liberal (”Cermin Peninggalan”, ”Rumah Warisan”, ”Korban Banjir” dan ”Hubungan Abadi”) dan dua cerpen menampilkan ideologi feminis sosialis (”Kekuatanku” dan ”Ingat Pesan Sarni”). Sementara tujuh cerpen lainnya menampilkan ideologi patriakhi dari pengarang. Meski masih patriakhi, penggambaran perempuan yang ditampilkan pada setiap cerpennya, tidak lagi perempuan yang lemah, pasif dan tidak berdaya. Kedekatan Yonathan dengan perempuan-perempuan dalam hidupnya, menjadikan Yonathan Rahardjo sensitif mengangkat pengalaman hidupnya menjadi kenyataan baru. Hasilnya muncullah gambaran-gambaran perempuan apa adanya dan berbeda. Berdasarkan hal ini, pengarang dapat dikategorikan sebagai ‘feminis setengah jalan’, karena pandangan feminismenya masih terangkai dalam bingkai pemikiran dan perspektif patriarki. Hal ini disebabkan kesadaran
109
akan perjuangan feminis beserta alirannya belum sepenuhnya menjadi pemikiran dari Yonathan Rahardjo. Faktor lainnya adalah karena kelelakian pengarang, latar belakang pendidikan dan lingkungan dimana Yonathan Rahardjo tinggal turut memberikan pengaruh.