Search This Blog

Feminisme Setengah Jalan?



Seorang pembahas kumpulan cerpen saya dari sudut ilmu komunikasi mengutarakan filosofinya, unsur dasar komunikasi yang terdiri dari komunikator, media, pesan dan komunikan. Dia menekankan pada sisi feminisme yang diangkat di kumpulan cerpen ini. Hasilnya ternyata dari 13 cerpen saya ada yang mengusung feminisme sosialis dan ada yang mengusung feminisme liberal.

Dosen penguji skripsinya mempertanyakan bagaimana mungkin penulis (saya) tidak mempunyai ideologi ini. "Apa memang kecenderungan orang jaman sekarang tidak peduli kepada ideologi?" Pembahas karya saya dapat menjawab dengan manis, cerpen-cerpen ini kan tidak menjadi satu kesatuan utuh yang besar sebagai novel, kalau berupa novel pasti penggambarannya lebih jelas secara umum arah yang dibawa penulis, ideologi feminismenya. Begitulah kira-kira, dalam bahasa saya sekarang.

Hal ini tidak diungkap dalam ujian lisan, tapi ada tertulis dalam skripsinya itu. Sedangkan pada saat ujian lisan yang terujar adalah memang dalam komunikasi, pesan yang tersampaikan kadang tidak seratus persen bisa sampai oleh karena adanya faktor kesalahan baik itu pada komunikator, media, kejelasan pesan maupun penerima pesan itu sendiri. Ini pun dalam bahasa saya.

Yang pasti wacana kritis Sara Mills yang dibawakan oleh Maria Dorotea dalam menganalisa kumpulan cerpen 13 Perempuan itu telah membawa suatu perubahan wacana minimal pada orang-orang yang terkait dengan kumpulan cerpen itu, baik penulis, pembaca, maupun lingkaran komunikan yang diberi sharing pada acara-acara selanjutnya bertajuk Male Feminism berdasar buku cerita terkait.

Hazhu Muthoharoh: Pembicaraan tentang seks dan kesetaraan gender disambut antusias oleh peserta

Dua Buku tentang Perempuan Dibedah
Jumat, 19 Oktober 2012 19:00:32 Dua Buku tentang Perempuan Dibedah
Reporter: Hazhu Muthoharoh


http://blokbojonegoro.com/read/article/20121019/dua-buku-tentang-perempuan-dibedah.html

blokBojonegoro.com - Dua buku karya Prawoto R. Sujadi dan Yonathan Rahardjo dibedah di Sanggar Guna, Bojonegoro Sabtu (19/10/2012). Dua buku ini sama-sama mengambil tema perempuan.

Dua Buku tersebut adalah kumpulan cerita pendek  "13 perempuan" karya Yonathan Rahardjo dan kumpulan puisi "Margendhut Sayang" karya Prawoto R. Sujadi. Sebagai pembanding adalah Maria Dorotea, dari Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

"Indonesia butuh male feminism atau lelaki yang mengerti tentang wanita dan menghormati wanita," kata Dorotea yang akrab disapa Tea tersebut.

Tea dalam diskusi yang diikuti puluhan peserta dari para siswa maupun mahasiswa di Bojonegoro ini menuturkan betapa pentingnya sastra yang mengangkat tema perempuan. "Perempuan dan laki-laki memiliki ruang yang sama," katanya.

Pembicaraan tentang seks dan kesetaraan gender disambut antusias oleh peserta. Salah satu peserta, Didik menanyakan tentang status waria dalam hal persetaraan gender. "Kalau posisi waria itu bagaimana," katanya. Ada juga peserta yang bertanya "Kan di Islam itu laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan?".

Menangapi pertanyaan itu, Yonathan menuturkan dalam setiap agama sebenarnya sangat menghormati posisi perempuan. Sedang tentang waria, memang menjadi kajian tersendiri. "Suatu saat perlu kita membuat kajian waria yang didasarkan pada novel saya lainnya yakni Taman Api," katanya. [zhu/ang]

Lely Chusna: “13” Si Angka Sial Adalah ...

Bedah Buku 13 Perempuan dan Margendut Sayang

http://www.lelychusna.my.id/2012/10/bedah-buku-13-perempuan-dan-margendut.html 

Jum’at 19 Oktober 2012, pukul 14.00 WIB. Terik mentari siang itu sedikitpun tak menyurutkan smangat kami (Generasi Muda yang ingin lebih kenal dengan Buku dan Sastra) bertempat di Sanggar Guna kita mengikuti event Bedah buku. Dua Buku yang di Bedah siang itu adalah buku 13 Perempuan karya Yonathan Rahardjo dan Margendut Sayang karya Prawoto R. Sujadi. Dua buku yang sama-sama bertemakan tentang perempuan. Dua buku juga yang mengantarkan Maria Dorotea (yang akrab dipanggil Tea) Mahasiswi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga mendapat Nilai A untuk Skripsinya, yang memang mengangkat tentang Male Feminism dan wanita yang mengkaji dua buku tersebut.
Kesempatan hari itu juga tea manfaatkan buat berbagi pengalaman kepada semua peserta bedah buku sepanjang perjalanannya bergelut dengan kertas dan “male Feminism” dan semestapun mendukung terik matahari tak lagi menyelekit di kulit yang ada hanya cuaca redup yang menyejukkan dan penuh semangat.

“Ok.. sebelum tea bahas jauh tentang male feminism, kira-kira temen-temen semua ada yang tau nggak perbedaan sek dan gender??” Tanya tea
“Sama-sama tentang jenis kelamin…” Jawab salah satu peserta bedah buku dan semua peserta sepakat dengan jawaban itu.
“Ok.. Jadi perbedaan sek dan Gender adalah kalo sek perbedaan jenis kelamin secara biologis atau ilmu kedokteran, sedangkan gender adalah perbedaan fungsi, peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan dalam masyarakat sosial” Jelas tea.
Suasana makin hidup dengan berbagai Tanya jawab soal male feminism yang lebih menitik beratkan pada sosok seorang laki-laki yang sangat menghargai wanita dan sadar akan kesetaraan gender. Sampai singgung2 juga masalah Waria  “bagaimana dengan waria???” karena pada dasarnya waria juga manusia (makhluk ciptaan Tuhan) ya kita tetep harus menghargai mereka juga.
Satu poin yang serius namun jarang terlintas dipikiran kita tentang Wanita adalah, kita setuju donk kalo wanita adalah sosok yang luar biasa, hampir semua agama juga mengagungkan derajat wanita. Dan dizaman modern seperti saat ini banyak banget wanita-wanita luar biasa. Wanita banyak yang jadi anggota dewan, presiden, menteri, manager dsb. Tapi masalahnya “kenapa wanita masih tidak percaya diri dan suka menganiaya dirinya sendiri…???” Badan gemuk sedikit cepet2 diet, item dikit perawatan, ikal dikit bonding, smooting dsb. Kenapa wanita kurang bersyukur dan kurang bisa menjadi dirinya sendiri seutuhnya..?? (jawabannya ada pada diri kalian sendiri, hey para wanita) ^_^

Matahari kian melaju ke barat, setelah maria dorotea bicara panjang lebar soal wanita dan male feminismnya. Tiba saatnya Yonathan Rahardjo membedah bukunya “13 perempuan” judul 13 perempuan diambil dari keseluruhan isi cerpennya yang memang membahas 13 orang perempuan, dan sekaligus ingin menghapus anggapan bahwa 13 adalah angka sial. Lain dengan buku “13 perempuan” yang berisi cerpen sesuai dengan pengamatan pengarang tentang perempuan, buku “Margendut sayang” karya Prawoto R. Sujadi berisi tentang kumpulan puisi sepanjang perjalan cintanya dengan wanita yang ia cintai (yang kini adalah teman hidup penulis) yang tertulis pada status2 di jejaring sosial dan sms. Buku ini juga beliau persembahkan bagi para undangan di pernikahan beliau sebagai souvenir.
“ini juga terinspirasi dari mas yonathan rahardjo karena dulu beliau juga memberi souvenir pada para undangan dengan buku, tapi bukan kumpulan puisi cintanya namun kumpulan cerpen perjalanan cintanya dengan sang istri” jelas om Pra
Untuk judul “margendut sayang” dan “13 perempuan”, kata “margendut” yang unik dan “13” si angka sial adalah trik marketing juga, setidaknya dari judul buku yang kita bikin ada sesuatu yang WOoW gtu. Jadi nggak sulit buat menarik perhatian pembeli. Tambah mas Yonatan.

Disitu Prawoto R. Sujadi atau sering disebut Om Pra juga berbagi ilmu. Tidak sulit buat menulis, kalian hanya butuh subjek yang ingin kalian angkat, amati subjek itu. Lihat, dengarkan dan rasakan maka mata, hati dan pikiran akan bercerita sendiri melalui tulisan kita.
Selamat berkarya…!!!

Aini Sunnia: 13 Sentuhan Hawa

Resensi Kumpulan Cerpen 13 Perempuan



13 Sentuhan Hawa
Oleh : Aini Sunnia
Judul                           :13 Perempuan
Pengarang                   : Yonathan Rahardjo
Penerbit                       : Medium,Bandung
Tebit pertama kali       : Juli,2011
Tebal                           :108 halaman
Harga                           : Rp 21.000,-
            Drh.Yonathan Rahardjo adalah dokter hewan yang ulet didunia tulis-menulis. Cerpen-cerpennya banyak dimuat di surat kabar dan berhasil mendapatkan penghargaan. Yonathan Rahardjo ini tercatat sebagai  salah satu dokter hewan yang menjadi sastrawan Indonesia.

Kisah-kisah kehidupan kaum hawa yang diangkat melalui cara khusus menghasilkan cerita menawan. Yonathan Rahardjo mampu menguak batin perempuan. Buku ini spesial dipersembahkan untuk kaum hawa yang ingin menyadari jiwanya. Asmara, rindu, dendam, tragedi, dan spiritualitas menggumpal menjadi sebuah pesona unik.
            Kisah-kisah yang diangkat didalam cerpen –cerpen Yonathan Rahardjo sangatlah variatif, tidak mengerucut pada satu pembahasan. buku 13 perempuan ini memuat 13 judul cerpen dan semuanya pernah dimuat di media cetak pada tahun 2007-2010, dan hal ini adalah bukti bahwa karya ini patut diapresiasikan.
            Berbagai kisah yang disajikan, mampu menghipnotis pembaca untuk merenungi kehidupan. Dari cerita yang pendek tetapi sangat mengena kepada pembaca. Semuanya diungkap secara lugas dan tidak dibuat-buat. Menunjukkan kehidupan yang nyata.
            Bagaimana kisah para perempuan ditulis oleh seorang lelaki? Penokohan dan heroisme lelaki memang masih kuat dalam beberapa tulisan di dalamnya. Angka 13 ditakuti karena mengandung kesialan. Dan menjadi perempuan adalah bentuk kesialan yang lain karena kerap menjadi korban kekuasaan laki-laki. Tapi di tangan Yonathan Rahardjo yang terwujud adalah kelembutan, kesahajaan, dan keramahan karena dirangkai dengan kata-kata yang puitis. Melewatkan cerita di dalamnya adalah sebuah kerugian bagi nurani dan moral.
            Cerita “Anak Walikota” dalam buku ini merupakan salah satu cerita yang ringan dibaca. Dalam cerita ini terlihat bahwa Yonathan Rahardjo juga bisa mengusai dunia remaja dengan bahasanya yang ringan . Dari Karya ini, tergambar bahwa Yonathan Rahardjo bukan hanya dokter hewan yang pandai, tetapi juga Sastrawan hebat yang puitis dan logis.

Lia Pandaan: Tantangan yang menarik, Imajinasi yang Luar Biasa

http://id.shvoong.com/books/novel-novella/2267339-13-perempuan/

13 Perempuan
oleh: LiaPandaan

Pengarang : Yonathan Rahardjo
Belum dinilai Kunjungan : 43 kata:300
More About : biografi yonathan rahardjo

Tidak banyak para lelaki yang paham dunia perempuan. Buku Kumpulan Cerpen yang ditulis oleh salah satu penulis cerpen laki-laki yang ternyata juga seorang Dokter Hewan . Nama beliau Yonathan Rahardjo tercatat sebagai salah satu dari 100 Profil Dokter Hewan yang Berprestasi dalam buku 100 Tahun Dokter Hewan Indonesia (2010). Tak disangka dokteryang satu ini juga pandai menulis cerpen, apalagi banyak bercerita tentang perempuan.

Ada 13 cerpen yang berkisah tentang traged, asmara, motivasi, dan tema lain yang diangkat yang semuanya sarat dengan makna untuk kita renungkan baik-baik.Kehidupan yang hiruk pikuk ini , bukan untuk kita sesali , tapi untuk kita cari hikmah di balik semua peristiwa. Pastilah ada sesuatu yang membuat kita bersyukur , karena Tuhan Yang Maha Pemurah selalu memberikan yang terbaik untuk kita.

Meskipun ada beberapa cerpen yang endingnya tidak jelas, tapi tetap membuat buku ini menarik untuk disimak. Para pembaca harus cerdas menelaah maksud yang tersembunyi dari ending. Inilah tantangannya yang menarik, kita bisa menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi pada para tokoh cerita (Judul: Cerita Perempuan). Bahasa yang dipakai dalam Kumpulan Cerpen ini cukup nyaman. Sehingga membuat pembaca tenang untuk menelusuri kata demi kata yang terangkai indah. Imajinasinya tentang kerajaan Panjalu tempo dulu, tentang Galuh Candra Kirana, juga luar biasa. Membuat kita para pembaca ikut larut dalam cerita masa lalu. Sumber: http://id.shvoong.com/books/novel-novella/2267339-13-perempuan/#ixzz2CZW0qy7O

Ashree Kacung: Lapisan Rindu dalam cerpen Cermin Peninggalan

Sumber: http://www.facebook.com/notes/ashree-kacung/lapisan-rindu-dalam-cerpen-cermin-peninggalan/10151084262081691. 
Keterangan Foto: Ashree Kacung (kiri) dan Anas AG saat Launching 3 Buku Terbitan Gus Ris Foundation termasuk Novel Wayang Uripkarya Yonathan Rahardjo di Bojonegoro 20 Oktober 2012

Lapisan Rindu dalam cerpen Cermin Peninggalan .
by Ashree Kacung on Friday, 2 November 2012 at 13:47 ·

Lapisan Rindu dalam cerpen Cermin Peninggalan karya Yonathan Rahardjo*

*Sebuah catatan yang belum selesai

Ngene, ketika diam – diam kita melihat pemikiran yang tertuang baik melalui media apapun, maka disana akan ada struktur. Nah struktur ini tidak hanya satu lapis, akan tetapi bisa berlapis – lapis. Bentuk visual atau gambaran lapisan struktur bisa dilihat pada bangunan yang sudah termanifestasikan. Secara gampang bisa kita sebutkan bahwa manifestasi visual adalah gambaran struktur dari peresapan fenomena.

Sekarang mari kita lihat manifestasi visual dari fenomena yang ditangkap oleh cerpenis. “Satu daun melayang dari ranting pohon jambu biji yang termangu di depan rumah tempat duduk termangunya. //Aku perempuan tua…menakar perjalananku dengan anak perempuanku. (hal. 37)”. Bentuk fenomenanya adalah daun melayang dari ranting, yang kemudian di manifestasikan dengan anak perempuanku.

Secara struktural, anak perempuanku adalah lapis pertama dari daun melayang. Karena jelas akan ada lapis – lapis lain setelahnya. Atau bisa jadi lapis lain itu di picu oleh fenomena yang lain tetapi masih ada hubungannya.

Peristiwa ketika melihat seorang laki – laki berjalan akan memicu ” Aku perempuan kabur mata, melihatnya dengan terbata seperti melihat diri sendiri dalam sosok pejalan kaki itu. (hal 38)” dan “…aku malah ingat dia, lelaki suamiku (hal 39)”. Laki – laki yang berjalan secara simultan membuat struktur lapisan baru berupa sosok suami. Jelas karena keduanya punya hubungan jenis kelamin, yakni sama – sama lelaki.

Tetapi kemudian struktur ini, membuat lapisan kedua berupa “Mas, suamiku, hanya setelah aku ingat tentang anak bungsu kita yang terasing di ujung lain pulau kita. (hal 40)”. Tidak berhenti sampai disini lapisan itu kemudian memicu lapisan ketiga berupa “Begitu mengingatnya, satu-satunya anak perempuan kita, tiba – tiba aku mengingat dirimu dan merasa kita…(hal 41)”.

Lapisan terakhir yang bisa kita sebut adalah “Dan kini, satu – satunya anak perempuan kita, justeru telah menjadi pemimpin iman bagi umat (hal 42)”. Setelahnya hanya ada kesimpulan korelasional diantara lapisan – lapisan tersebut guna menjadi struktur yang utuh.
Struktur yang utuh itu ialah “Kalau aku yang di cerminkan olehnya sudah ada, bukankah kehadiran cermin itu sudah tidak perlu lagi ? (hal 43).” Artinya bahwa satu peristiwa secara kronologis paling tidak bisa menimbulkan empat lapis peristiwa yang begitu korelatif.

Apa gunanya membaca struktur dan lapisan – lapisan peristiwa setelahnya ?

Paling tidak kita akan mengetahui pola pemikiran cerpenis. Kita bisa melihat konstruksi seperti apakah yang akan dibangun di dalam cerpennya. Dengan melihat lapisan – lapisan itu secara detil, sebenarnya dalam ranah pengetahuan kolektif kita akan berpendar sesuatu yang terberi secara begitu saja, atau sebut saja sebagai taken for granted perception. Contohnya adalah daun dan perempuan, otak kita secara tiba – tiba akan menproyeksikan bahwa daun adalah simbol perempuan. Dalam konstelasi berfikir alam bawah sadar kita ternyata sudah tersetting oleh lingkungan alam bahkan kebudayaan. Tidak ada atau jarang sekali lelaki dihubungkan dengan daun. Paling banyak, lelaki dihubingkan dengan ranting atau pohon atau akar. Artinya daun bisa jadi sangat identik dengan feminisme secara kultural.

Kemudian kita juga akan bisa melihat kecenderungan logika. Kebanyakan memang cerpenis menggunakan logika normatif. Penggunaan logika normatif berhubungan erat norma-norma yang ada di dalam masyrakat. Kebanyakan produk sastra punya akses atau lebih mudah menggunakan dogma – dogma normatif dalam penyampaiannya. Entah karena ia hanya mengcapture peristiwa atau memang murni refleksi kepribadian si penulis atau bisa juga juga ada maksud terselubung yang diselundupkan di dalamnya. Logika normatif itu bisa kita lihat melalui hubungan antara, lelaki yang berjalan, suami, anak perempuan dan keimanan. Secara tidak sadar kita juga digiring untuk membuat struktur normatif dalam alam bawah sadar kita. Bahwa keimanan mestinya mampu membuat hubungan keluarga menjadi baik.

Beda misalnya ketika logika yang dipakai adalah logika destruktif. Ketika melihat lelaki berjalan bisa jadi lapisan yang timbul adalah pria idaman lain, anak hasil pereselingkuhan dan keberdosaan. Ternyata logika destruktif tak kita temukan pada cerpen tersebut.

Sekarang mari kita coba melihat alasan kenapa cerpen itu ada dengan segala struktur dan lapisan – lapisannya.
Fenomena berasal dari realitas. Dan realitas itu bisa sejajar atau bahkan sebaliknya. Prosesnya bisa dilihat seperti bahwa:
1.penulis melihat seorang ibu, kemudian di buatlah struktur cerita.
2.Sebaliknya sebagaia lelaki -yang identik dengan ayah-, ia (cerpenis) merindukan sosok ibu. Maka ketika dia melihat sosok ayah dituliskanlah cerita tentang ibu.
3. Penulis merindukan sosok saudara perempuan yang begitu dinanti kedatanganya.
Ketiga peristiwa tersebutlah yang paling mungkin mendasari cerita ini ada. Dan dari ketiga peristiwa tersebut lapisan – lapisan struktur diciptakan untuk kemudian di dalamnya dimasukkan logika normatif.

Kerinduan memang satu hal yang begitu dahsyat, ia bisa dengan sangat tajam membuat sayatan – sayatan ingatan menyembul. Keperihan, kesendirian, kekalutan yang begitu erat dengan rindu membuat sayatan itu semakin nyata. Kekosongan akan semua sosok kini telah begitu kompleks terisi oleh lapisan – lapisan yang memberikan pancaran energi. Kekuatan pancaran energi rindu inilah yang merupakan titik awal manifestasi sebuah karya.

Surabaya, 2 November 2012

Maria Dorotea: Skripsi S1 Representasi Feminis Dalam Buku 13 Perempuan



Dapat A

Representasi Feminis Dalam Buku 13 Perempuan Karya Yonathan Rahardjo

Skripsi S1 

oleh 
Maria Dorotea D.A. Stevianita 

Program Studi Ilmu Komunikasi 
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi 
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 
2012 

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dalam melakukan penelitian Analisis Wacana Kritis Sara Mills pada 13 Cerpen peneliti menemukan beberapa kesimpulan:
1. Teks dipandang sebagai sarana sekaligus media melalui mana satu kelompok mengunggulkan diri sendiri dan memarjinalkan kelompok lain. Pada sebagian besar cerpen, perempuan diposisikan sebagai pencerita, menjadikan realitas tampil apa adanya, karena realitas didefinisikan oleh aktor yang bersangkutan.
2. Realita yang direpresentasi melalui penempatan perempuan sebagai subjek cerita, mencerminkan gagasan pengarang. Karena isi media tidak merupakan murni realitas maka representasi lebih tepat dipandang sebagai cara bagaimana komunikator membentuk versi realitas dengan cara-cara tertentu bergantung pada kepentingannya, apalagi ditulis oleh pengarang laki-laki.
3. Enam cerpen menunjukan ideologi perjuangan gender, dengan empat diantaranya beraliran liberal (”Cermin Peninggalan”, ”Rumah Warisan”, ”Korban Banjir” dan ”Hubungan Abadi”) dan dua cerpen menampilkan ideologi feminis sosialis (”Kekuatanku” dan ”Ingat Pesan Sarni”). Sementara tujuh cerpen lainnya menampilkan ideologi patriakhi dari pengarang. Meski masih patriakhi, penggambaran perempuan yang ditampilkan pada setiap cerpennya, tidak lagi perempuan yang lemah, pasif dan tidak berdaya. Kedekatan Yonathan dengan perempuan-perempuan dalam hidupnya, menjadikan Yonathan Rahardjo sensitif mengangkat pengalaman hidupnya menjadi kenyataan baru. Hasilnya muncullah gambaran-gambaran perempuan apa adanya dan berbeda. Berdasarkan hal ini, pengarang dapat dikategorikan sebagai ‘feminis setengah jalan’, karena pandangan feminismenya masih terangkai dalam bingkai pemikiran dan perspektif patriarki. Hal ini disebabkan kesadaran
109
akan perjuangan feminis beserta alirannya belum sepenuhnya menjadi pemikiran dari Yonathan Rahardjo. Faktor lainnya adalah karena kelelakian pengarang, latar belakang pendidikan dan lingkungan dimana Yonathan Rahardjo tinggal turut memberikan pengaruh.

Han Ardan: Membuatku Teringat pada Negeriku

"13 Perempuan" sebuah kumpulan cerpen karya mas Yonathan Rahardjo, membuatku teringat pada negeriku, Panjalu. Namun perasaan rindu itu harus aku tahan....... biarlah sekarang ini aku di sini, di kota yang tidak ada polusi bila malam hari hingga pagi tiba.... (*_*) Han Ardan

Infovet: Liputan 13 PEREMPUAN di Majalah Infovet


Majalah Infovet Edisi Pebruari 2012

Peristiwa

SOSIALISASI KEDOKTERAN HEWAN/ PETERNAKAN DENGAN SASTRA

Wartawan Infovet Drh Yonathan Rahardjo diundang dan hadir dalam Rangka Hari Kunjung Perpustakaan 2011, Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) Provinsi Banten guna Bedah Buku "13 Perempuan" karyanya yang terbaru pada Rabu, 16 November 2011 pukul 10.00 sampai dengan pukul 12.00 WIB. Acara bertempat di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Banten, Kota Serang, Banten, dihadiri oleh siswa dan guru sekolah, serta kalangan masyarakat umum.
Buku 13 Perempuan merupakan buku kumpulan cerpen (cerita pendek) karya Yonathan Rahardjo, yang diterbitkan oleh Penerbit Nuansa Cendekia Bandung pada 2011. Sebagai pembicara pertama adalah Ahmadun Yosi Herfanda, penyair dan sastrawan nasional yang Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta dan Redaktur Budaya Harian Republika Jakarta. Sebagai pembicara kedua Kurnia Effendi, cerpenis dan sastrawan nasional.
Dalam presentasinya, yang juga tertuan dalam makalah yang berjudul "Mengapresiasi 13 Perempuan Yonathan, Catatan Ahmadun Yosi Herfanda", Ahmadun mengatakan 13 cerpen karya Yonathan Rahardjo besar berbicara tentang perempuan. “Karena itu, buku  kumpulan cerpen yang merangkum ke-13 cerpen tersebut diberinya judul 13 Perempuan."
Menurut Ahmadun, "Cerpen-cerpen Yonathan umumnya adalah cerpen realis yang cenderung naturalistik," kata Ahmadun seraya memaparkan, cerpen realis adalah cerpen yang mengisahkan realitas sosial secara apa adanya, tanpa menyertakan rasa simpati maupun antipaati, sehingga paparan persoalannya bersifat obyektif. Selanjutnya menurut Ahmadun, beberapa cerpen Yonathan juga cenderung naturalistik, yakni melukiskan realitas yang buruk-buruk.”

Sosialisasi Dokter Hewan

Mengutarakan pendapat di depan hadirin yang juga tertuang di dalam makalahnya yang berjudul "Penyuluh dalam Pembuluh, Pembicaraan mengenai Yonathan Rahardjo", pembicara kedua cerpenis dan sastrawan Kurnia Effendi mengatakan, "Mari kita lirik sekilas karya-karyanya. Baik yang memenangkan sayembara (novel Lanang, 2008), atau yang dihimpun dari yang terserak dalam banyak media cetak. Cukup mengesankan. Mengapa?"
Jawab Kurnia Effendi sendiri, "Yonathan mengirimkan dan mengumumkan cerpen-cerpennya ke pelbagai nama koran atau majalah atau jurnal atau semacam media berkala. Yonathan begitu peduli pada “daerah pinggiran” dan itu cukup terbaca dengan materi cerpen yang diusung: realitas yang umum terjadi di permukiman urban, persoalan yang muncul di tengah masyarakat yang berjarak (meskipun tinggal di kota besar, tetapi dalam wilayah yang kerap terendam banjir)."
Fakta yang lain, lanjut Kurnia Effendi, tulisan Yonathan yang realis itu juga mengisi ruang-ruang baca dalam khazanah relijius. Dari hulu yang sama, sastra, Yonathan mengalirkan buah pikirannya dari hasil memotret lingkungan kehidupannya ke ladang-ladang yang beragam.
“Yonathan lebih menitikberatkan menjadi penyuluh dengan sikap-sikap sederhana. Elan semangatnya ditujukan untuk penyadaran bahwa di tengah masyarakat kita masih (entah sampai kapan) terdapat ketidakadilan, bencana politik, penindasan fisik dan psikis, dan rupa-rupa kejadian yang patut dicermati,” kata Kurnia Effendi seraya melanjutkan, dalam menulis Yonathan lebih mendekati pembuluh utama dalam kehidupan. Yonathan ingin turut merasakan apa yang sedang berlangsung dari hari ke hari, melalui dua profesinya.
“Sejatinya Yonathan seorang dokter hewan,” tegas Kurnia Effendi, “Menyusul tiga sastrawan dokter hewan pendahulunya (Marah Rusli, Asrul Sani, dan Taufiq Ismail), Yonathan tidak meninggalkan ilmu dari latar pendidikannya. Setidaknya ia tercatat sebagai salah seorang dari 100 Dokter Hewan Berprestasi dalam rangka 100 Tahun Dokter Hewan Indonesia. Prestasi itu bukan semata tersemat, namun dibuktikan dengan sejumlah tulisan yang membahas perihal dunia kehewanan. Bahkan, saya kira, novel Lanang yang ikut memenangi lomba novel DKJ 2006 juga menyentuh keilmuan tentang hewan.”
"Yonathan bekerja dengan dedikasi yang tinggi (menjadi penulis maupun menjadi ahli hewan), penuh kepedulian dan keterlibatan," kata Kurnia Effendi seraya melanjutkan, dalam peta sastra Indonesia, Yonathan Rahardjo boleh dicatat sebagai penggiat angkatan 2000-an, dengan tulisannya yang tersebar ke berbagai daerah. Bahkan pada tahun 2009, Yonathan terpilih oleh kurator menjadi penulis Indonesia peserta Ubud Writers and Readers Festival di Bali. (yonathan)

Caheastboys: Liputan Blogger Bojonegoro tentang Kelas Menulis Bersama

Liputan Blogger Bojonegoro tentang Kelas Menulis Bersama


Kelas Menulis Bersama Yonathan Rahardjo

Posted by caheastboys on February 18, 2012 in Kegiatan, Pelatihan | 2 Comments

Di hari minggu tepatnya tgl 12-02-2012 seperti biasanya kami berkumpul untuk mengikuti kelas menulis dari jam 09.00-12.00 yang kali ini kedatangan tamu istimewa penulis novel aseli Bojonegoro Yonathan Rahardjo beliau adalah seorang lulusan kedokteran hewan dari universitas airlangga dan seperti biasa juga saya mewakili anak2 blogger Bojonegoro datang lebih dahulu di sanggar guna ehh ternyata sesampainya di TKP {sanggar guna} bukanya saiya yang nyambut pak Yonathan malah saiya yang disambuuut hehehhehe biasaaa anak pejabat {ngareep dalam angan2 }, bukan hanya pak Yonathan saja di situ tapi juga sudah ada pak anas, pak Prawoto dan temennya kira-kira sekitar jam 09.15 wib setelah penyambutan saiya selesai dalam pikiranku >>>og gak masuk dan dimulai acaranya>>bukan kereta kuda lhow yaa


setelah semuanya berkumpul jam 09.30 akhirnya dimulai kelas menulisnya yang di mulai oleh pak anas selaku tuan rumah pertama beliau mengucapkan selamat buat salah satu anak didiknya cz karya tulisnya yang berjudul “bintang di kebun bintang” yang terinspirasi dari kegiatan kelas menulis yang ke-2 di kebun blimbing telah di cetak di koran jawa pos  .dan yang kedua memberikan sambutan untuk pak Yonathan yang bersedia datang ke sanggar guna untuk menurunkan sedikit ilmunya kepada kami.

Dari sinilah pahlawan-pahlawan kita datang untung sebelum acara inti dimulai yang saya maksud adalah temen2 Blogger Bojonegoro  yaitu Dedexz, Djuna, dan si manis aylla. disini   pak Praw sebagai moderator selaku menejernya pak Yonathan ia memberikan ulasan sedikit tentang buku 13 perempuan yang berisikan tentang perempuan pinggiran yang mencoba bertahan melawan badai kehidupan.dan pada akhirnya mbak tea juga disuruh pak praw untuk membacakan sedikit cerita dri novel 13 perempuan tersebut.kini tibalah saatnya sank pendekar yang sudah menulis beberapa novel ini unjug gigi hehehhehehe dan menurunkan ilmunya kepada kita tentang cara-cara penulisan, dan untuk memperkuat imajinasi siswa kelas menulis beliau berpesan menulislah karena tulisan akan menemukan pembacanya sendiri dan jangan takut bila tulisanmu di tolak oleh orang lain .

 Dan kini tibalah  seksi tanya jawab peserta ,tpi sebelumnya ketua Blogger Bojonegoro {dedexz} menemui pak anas dan mau memberikan hadiah berupa voucer makan gartiz bagi 6 peserta yang memberikan pertanyaan yang  menjadikan semangat bertanya bagi siswa kelas menulis bertambah.

Dan setelah kegiatan kelas menulis selesai bagi fens2 pak  Uonathan inilah kesempatan untuk meminta tanda tangannya dan foto bersama, diakhir acara ini tibalah saatnya untuk mbak tea untuk mewawancarai pak Yonathan secara pribadi tentunya bersama pak praw selaku menejer hehehhehe tepatnya di taman belakang sanggar guna yang menghabiskan waktu beberapa menit dan keliatannya ilmu yang diserap mbak tea sudah cukup dan sebelum pulang kerumah masing2 mereka pak Yonathan,pak praw,dan mbak tea dikasih oleh2 dari tuan rumah yaitu sayur-sayuran.akhirnya sekian cerita kelas menulis ini bersama pak Yonathan Rahardjo selaku pendekar novel aseli Bojonegoro dan selalu ikuti truz cerita menarik kelas menulis sampai selesai, . . . .

Olyvia Dian Hapsari: ZZ, Ikut Kupas Proses Kreatif 13 Perempuan

Tulisan Olivia Majalah Zigzag di http://www.sma2bojonegoro.com/?p=885

ZZ, Ikut Kupas Proses Kreatif 13 Perempuan

February 13, 2012 · Print This Article

13 PerempuanSMAdaBO-ZZ (baca: Majalah ZIG-ZAG) mendapat kesempatan hadir dalam program kelas menulis yang diadakan di Sanggar Guna, Jl. A. Yani no. 43, Tikusan, Kapas. Pagi itu, Minggu (12/02/) kelas menulis diisi dengan materi bedah buku dan berbagi proses kreatif kumpulan cerpen 13 Perempuan. Kegiatan yang dimotori Anas AG, Redaktur Radar Bojonegoro, sebagai moderator Prawoto, pembina jurnalistik ZZ dan narasumber Yonathan Rahardjo yang merupakan penulis 13 Perempuan.
Tak hanya dihadiri wartawan ZIG-ZAG dan para peserta kelas menulis saja, beberapa orang dari Komunitas Blogger Bojonegoro turut mewarnai acara bedah buku pagi itu. Selain itu kelas menulis juga kedatangan tamu istimewa yaitu Maria Dorote, lulusan SMAN 2 Bojonegoro 2008 yang juga mantan wartawan ZIG-ZAG yang jauh-jauh datang dari Salatiga untuk menuntaskan bahan skripsinya yang kebetulan diambil dari dari kumpulan cerpen 13 Perempuan.
Kegiatan itu dimulai pukul 10.00. Moderator memberikan penjelasan awal dengan menjelaskan cuplikan-cuplikan dari kumpulan cerpen tersebut. Sejurus kemudian Tea yang merupakan mahasiswi UKSW Salatiga memulai dengan menyibak sedikit alasannya megapa mengangkat kumpulan cerpen milik penulis asli Bojonegoro ini sebagai bahan skripsinya. Menurut mereka, cerpen-cerpen Yonathan Raharjo menggambarkan feminisme sebagai potret kekuatan perempuan Indonesia.
Kumpulan Cerpen 13 Perempuan, merupakan Yonathan Rahardjo yang sebelumnya sudah pernah dimuat diberbagai media massa. Kumpulan yang terbit tahun lalu itu berisi cerita perempuan pinggiran yang mencoba bertahan melawan badai kehidupan digali dari pengalaman kehidupan sehari-hari yang ditemui penulis selama ini.
Cerpen-cerpen beraliran realis-humanis itu didasari ketidaksengajaan Yonathan yang melakukan survei kehidupan perempuan. Menurutnya, setiap pengalaman yang didapat disekitar kita, walau itu sederhana dapat menjadi inspirasi dalam merangkai cerita. Lokalitas yang diangkat menjadi dasar dalam pembuatan cerpennya dan tidak mengesampingkan pesan moral yang diusung. Yonathan tetap menjadikan pesan moral sebagi hal utama dalam tulisan sastranya untuk berbagi dengan para pembaca. Kumpulan cerpen 13 Perempuan memotret secara apik kekuatan perempuan pinggiran yang banyak kita temui. Membaca karya ini kita seperti dibawa hidup ditengah-tengah permasalahan yang banyak mendera kehidupan, begitu dekat, dan sangat kental dengan lokalitas.
Dalam proses kreatif penulisan kumpulan cerpen tersebut, pria yang ‘nyantai’ itu membeberkan dengan gamblang perjalanannya saat menulis karya ini. Laki-laki yang berusia 43 tahun itu menceritakan langkah pertama saat mendapatkan inspirasi dari kejadian-kejadian yang pernah dilalui. Beliau menuliskannya sesuai dengan aliran (realisme, naturalis, dan surealis) kemudian menggabungkannya dengan dengan imajinasi. Imajinasi didapatkan dari berbagi hal termasuk membaca buku apa sajasehingga bisa menambah kekayaan bahasa. Terakhir, penulis yang juga alumni SMAdaBO tahun 1987 ini menulis dengan pendekatan hati, mengalir bebas, tanpa paksaan, lalu mengirimkannya ke media massa. Penulis yang tinggal di Gang Iro itu juga berpesan pada peserta supaya jangan cemas bila tulisan tidak diterima redaksi media massa, dan tidak usah takut jika tulisan kita tidak ada pembacanya. “Tulisan itu tidak perlu mencari pembaca, karena pembaca akan dengan sendirinya mencari tulisan itu kemudian membaca dan memberi apresiasi sesuai dengan seleranya masing-masing,” tegasnya saat menyemangati para peserta untuk terus menulis.
Kegiatan kelas menulis pagi itu ditutup dengan sesi tanya jawab oleh peserta kelas menulis. Lulusan Kedokteran Hewan Universitas Airlangga itu juga memberi pesan terakhir untuk kelas menulis bahwa manusia berbuat baik itu adalah kewajiban, dan jangan pernah merasa bahwa kita sudah berbuat baik. Maka dengan itu kita akan menjadi manusia yang ikhlas. Sabagai gong dari acara itu, Anas AG diminta pleh moderator supaya menguatkan para peserta. Ia berpesan jika anda bukan anak bangsawan. Menulislah. Maka orang-orang akan tahu siapa diri anda.
Kegiatan tersebut memberi energi positif kepada semua orang yang hadir. Salah satunya adalah Ollivia. Ia merasa senang sekali mendapat kesempatan minggu itu. “Saya semakin semangat untuk terus menulis, apapun itu, akan saya tulis,” ungkap cewek berkacamat itu pada ZZ. ‘Sepanjang pikiran kami dipenuhi rasa lapang dan semangat untuk terus menulis dari hati dengan baik’ begitulah Yonathan Rahardjo menulis pesan di buku kerja ZIG-ZAG, sambil membubuhkan tanda tangannya. (Olivia-ZZ)


YeNae N' Zhenae: Ceritaku bersama 13 Perempuan

Tulisan YeNae N' Zhenae seorang peserta di http://www.sma2bojonegoro.com/?p=880

Ceritaku bersama 13 Perempuan

February 12, 2012 · Print This Article

Alin bersama Om JoeSMAdaBO-Minggu (12/02), acara Kelas Menulis Sanggar Guna Lantip dimulai. Terlihat jam di Hpku menunjukkan pukul 09.15. Acara yang istemewa sekali bagiku, tentu istimewa juga bagi Alin, Roshida, Oliv, Sheny, dan Irma teman-temanku di SMAdaBO. Acara tersebut dihadiri oleh Yonathan Raharjo sastrawan dan penulis asli Bojonegoro. Penulis yang akrab dipanggil dengan Mas atau Om Joe tersebut merupakan penulis novel Lanang, pemenang sayembara novel Dewan Kesenian Jakarta 2008. Asal tau saja, Om Joe adalah kakak kelas kami, beliau adalah alumni SMAN 2 Bojonegoro yang lulus pada tahun 1987. Kali ini, Om Joe bercerita tentang kumpulan cerpen terbarunya yang berjudul 13 perempuan.

Selaian penulis hadir juga, Anas Age Redaktur Koran Radar Bojonegoro (Jawa Pos Group), Maria Dorotea, alumni Zig-Zag SMAdaBO 2008 yang saat ini sedang menysusun skripsi tenag kumpulan cerpen 13 perempuan 2008 yang sekarang sedang menyelesaiakan skripsinya di salah satu Universitas di Salatiga dengan mengambil isi dari buku 13 Perempuan. Sebagai Moderator adalah Guru sekaligus pembina Jurnalistik di sekolahku. Aku dan teman-teman bisanya memanggilnya Pak Prawoto.

Kelas Menulis dihadiri kurang lebih sekitar 20 orang yang berasal dari berbagai golongan dan umur. Banyak dari mereka yang umurnya diatas 20 tahun. Tapi bagi aku dan teman-teman di ZigZag tak mengurungkan semangat meskipun umur kami masih menginjak 16 tahun. Kami menyimak dengan antusias semua obrolan dari mereka. Obrolan tersebut bagiku adalah informasi yang jarang bisa diperoleh. Sebab, dalam acara tersebut Om Joe membahas tuntas proses kreativ dari buku 13 Perempuan yang ditulisnya. Kumpulan cerpen 13 Perempuan diambil dari pengalaman yang pernah dialami Om Joe sendiri. Om Joe berbagi kepada kami mengenai proses kreatif dari pembuatan buku 13 Perempuan. Mulai dari problem yang ada dalam cerita, pilihan kata, teknik dan banya hal. Termasuk bagimana Om Joe menciptakan imajinasi yang realis, naturalis dan humanis dalam ceritanya.
Setelah Om Joe menceritakan semua proses pembuatan buku tersebut, sesi tanya jawab pun dimulai. Dua perwakilan ZigZag yang diwakili. Yang pertama aku sendiri, dan yanh kedua adalah Alin. Kami mengacungkan tangan untuk bisa mendapatkan kesempatan bertanya pada Om Joe. Setelah dipersilahkan oleh moderator, Om Joe memberikan jawaban atas pertanyaan kami dengan penjelasan yang menarik. Alhamdulilah saya dan Alin bisa dengan mudah menangkap perkataan yang disampaikan. Om Joe berpesan kepada kami agar kami terus menulis dengan hati. Jangan pernah takut dan jangan putus asa jika tulisan yang kita buat tidak diterima dan tidak disukai orang lain. “Menulis adalah hal yang menyenangkan dan menulis sama halnya dengan berbagi dengan orang lain. Urusan diterima di masyarakat atau tidak itu belakangan”, tegas pria asli gang iro itu.
Banyak pesan yang diberikan Om Joe pada kami, salah satunya “Jika kita sebagai manusia berbuat baik, jangan merasa bahwa kita pernah berbuat baik. Dengan begitu kita akan terus berbuat baik dan menjadi orang ikhlas”. Dalam kelas tersebut, kami semakin terkuatkan untuk terus belajar penulis. Pelajaran daari Pak Pra di Ekstra Jurnalistik yang selama ini kami terima semakin terkuatkan dengan pertemuan bersama Om Joe. Saya berharap kelak bisa menjadi sastrawan dan penulis yang mampu berkarya dengan hebat. Sungguh yang begini adalah pelajaran yang tidak ada dalam mata pelajaran dalam kelas di sekolah. Semangat menulis !!! (Yeni-ZZ)

Myrza Rahmanita: Membacanya dengan hati memunculkan keindahannya.

Pembacaan pertama: Semuanya top. Karena cerpen, ya perspektifnya tidak seperti novel.
Pembacaan kedua: Dengan perspektif yang berbeda secara menyeluruh. Hasl yang terbaca cukup atau sangat berbeda. Cerita kehidupan yang lain. Cerita tentang pengarangnya disaput dengan warna-warna yang sengaja dijungkirbalikkan. Dibuat sederhana namun tetap rumit dan detail. Ada bumbu pembelaan diri dan narsisme di sana-sini. Ada kesedijan juga. Dikemas dengan indah. Tetap dengan saputan yang memunculkan ilusi. Membacanya dengan hati memunculkan keindahannya. Demikian jauh. Demikian dekat. Perjalanan tanda tanya tak berkesudahan.

Myrza Rahmanita
STIP Trisakti Jakarta

Rahmat Ali: Karya baru yang Klop!

Karya baru yang hebat sekali ya! Kalau Celaka 12 tidak klop, karena kurang 1. Tapi kalau "Perempuan 13", nah itu dia yang paling klop.

Rahmat Ali
Pengarang

http://groups.yahoo.com/group/Apresiasi-Sastra/photos/album/684843830/pic/866770157/view?picmode=&mode=tn&order=ordinal&start=101&count=20&dir=asc

Prawoto R Sujadi: Menginspirasi pada sesuatu yang sifatnya sepele

13 perempuan menginspirasi pada sesuatu yang sifatnya sepele.

Prawoto R Sujadi
SMAN 2 Bojonegoro

http://www.facebook.com/prawoto/posts/2871845556748

Maria Dorotea: Menarik dan sangat simbolik

13 Perempuan: menarik sekali, gambaran yang sederhana dan nyata terangkai sangat simbolik

Maria DoroTea
UKSW Salatiga

http://www.facebook.com/prawoto/posts/2871845556748

Setelah 13 Perempuan

"Pengarang sudah mati", kata-kata Roland Barthes ini menghantuiku untuk tidak berkata apa pun tentang buku "13 Perempuan" sesudah buku ini terbit. Diamku ini kulakukan juga saat bedah buku "13 Perempuan: di Perpusda Provinsi Banten di Serang. Seorang peserta atau pembicara -aku lupa- menanyakan sesuatu tentang buku ini padaku. Alih-alih ikut naik panggung, aku bersikukuh duduk di antara para peserta bedah buku, dan di tengah-tengah mereka aku berdiri lalu berkata, "Biarlah yang ahli cerpen dan duduk di depan yang berkomentar."

Kompasiana: Realis Cenderung Naturalistik, Humanis Realis Kadang Ironis

http://media.kompasiana.com/buku/2011/12/08/13-perempuan-realis-cenderung-naturalistik-humanis-realis-kadang-ironis/

Cerpen Indonesia

Cerpen Indonesia Pilihan

13 Perempuan: Realis Cenderung Naturalistik, Humanis Realis Kadang Ironis


1323308852621913949
Ahmadun Yosi Herfanda (kiri) dan Kurnia Effendi (kanan)
.
Dalam Rangka Hari Kunjung Perpustakaan 2011, Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) Provinsi Banten telah menyelenggarakan Bedah Buku “13 Perempuan” pada Rabu, 16 November 2011 pukul 10.00 sampai dengan pukul 12.00 WIB. Acara bertempat di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Banten, Jl. Raya Serang - Jakarta, Km 4, Kota Serang, Banten, dihadiri oleh siswa dan guru sekolah, serta kalangan masyarakat umum.
Buku 13 Perempuan merupakan buku kumpulan cerpen (cerita pendek) karya Yonathan Rahardjo, yang diterbitkan oleh Penerbit Nuansa Cendekia Bandung pada 2011 ini. Acara bedah buku sebagai salah satu rangkaian acara Hari Kunjung Perpustakaan 14-16 Nopember yang dimotori oleh aktivis sastra budaya Gito Waluyo ini, dimulai oleh pemimpin acara penyair Mahdiduri menampilkan pembacaan puisi oleh seniman Banten. Acara masuk inti bedah buku dengan presentasi para pembicara oleh Moderator Arif Sanjaya.
Sebagai pembicara pertama adalah Ahmadun Yosi Herfanda, penyair dan sastrawan nasional yang Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta dan Redaktur Budaya Harian Republika Jakarta. Sebagai pembicara kedua Kurnia Effendi, cerpenis dan sastrawan nasional.

Realis Cenderung Naturalistik
Dalam presentasinya, yang juga tertuang dalam makalah yang berjudul “Mengapresiasi 13 Perempuan Yonathan, Catatan Ahmadun Yosi Herfanda”, Ahmadun memulai dengan pernyataannya, “Di tangan saya hari ini ada 13 cerpen karya Yonathan Rahardjo, 13 cerita pendek yang sebagian besar berbicara tentang perempuan. Karena itu, buku kumpulan cerpen yang merangkum ke-13 cerpen tersebut diberinya judul 13 Perempuan.”
Menurut Ahmadun Yosi Herfanda, judul tersebut mengisyaratkan bahwa semua cerpen dalam buku ini berbicara tentang perempuan. Cerpen “Kekuatanku” (pernah dimuat di surat kabar harian Suara Karya, Red), misalnya, mengisahkan pedagang warung tenda pecel lele yang dua kali diusir dari tempatnya berjualan oleh seorang haji pemilik lahan tersebut. Atas bantuan seorang marinir, akhirnya dia mendapatkan tempat berjualan di seberang tempatnya semula berjualan. Ternyata laris, dan lahan milik seorang haji yang dia tinggalkan jadi sepi dan kosong melompong.
“Cerpen-cerpen Yonathan umumnya adalah cerpen realis yang cenderung naturalistik,” kata Ahmadun seraya memaparkan, cerpen realis adalah cerpen yang mengisahkan realitas sosial secara apa adanya, tanpa menyertakan rasa simpati maupun antipati, sehingga paparan persoalannya bersifat obyektif. Sebagai contoh, katanya, adalah cerpen “Kekuatanku” tadi, yang mengisahkan perselisihan antara Pak Haji dengan pedagang warung tenda secara apa adanya, sesuai yang sering terjadi di dalam realitas kehidupan nyata sehari-hari.
Selanjutnya menurut Ahmadun, beberapa cerpen Yonathan juga cenderung naturalistik, yakni melukiskan realitas yang buruk-buruk. Sebagai contoh adalah “Cerita Perempuan” (pernah dimuat di Koran Sindo, Red), yang mengisahkan sekelompok perempuan yang saling menceritakan kenangan mereka masing-masing. Salah satu tokoh perempuan menceritakan skandal cintanya dengan seorang pengarang. Kejutan akhirnya, pengarang dan perempuan itu diberitakan tewas berpelukan.
Ahmadun Yosi Herfanda pun menyatakan, “Keunggulan cerpen-cerpen Yonathan ada pada bagian yang ini, yakni cerpen-cerpen yang digarap dengan lebih serius, dengan citarasa sastrawi yang lebih terasa.” Misalnya, Ahmadun memberi contoh cerpen-cerpen Yonathan yang berjudul “Banjir Bik Sarti” (Jurnal Nasional, Red), “Korban Banjir” (Majalah Majemuk, Red), dan “Hubungan Abadi” (Majalah Hidup, Red). Menurut Ahmadun, cerpen-cerpen ini umumnya juga kental warna sosial tapi digarap tidak sebatas sketsa, namun dengan sentuhan sastra yang lebih terasa. Cerpen-cerpen pada bagian ini umumnya juga bercerita tentang perempuan, mengisahkan perempuan-perempuan yang ada di sekitar kehidupannya, sejak neneknya, emaknya, tetangganya, sampai perempuan-perempuan fiktif yang mampir ke dalam imajinasinya.
Yang paling menarik dari cerpen-cerpen Yonathan, lanjut Ahmadun, barangkali cerpen “Di Balik Gunung” (Sinar Harapan, Red) dan cerpen “Hubungan Abadi”. Hanya, katanya, judulnya yang kurang eye catching, tapi narasinya cukup indah dan sastrawi. Cerpen “Hubungan Abadi” mengisahkan seorang tokoh (karakter) yang sering dihampiri banjir. Pada air banjir yang kecoklatan ia biasa berkaca. Tapi, “Kali ini yang tampak pada air bukan wajahnya, namun wajah almarhum emaknya, dan saat itulah kenangan-kenangan indah bersama sang emak terputar kembali. Kehadiran wajah sang emak makin mengepungnya, tampak di mana-mana, dan menggelisahkannya. Bayangan wajah emak baru hilang ketika sang tokoh (aku, seorang perempuan) mendoakan kebaikan sang emak,” papar penyair Indonesia ini.
Cerpen lain Yonathan yang menurut Ahmadun Yosi Herfanda bagus adalah “Rumah Warisan”, yang pernah dimuat di Harian Republika yang diredakturi olehnya.

Humanis Realis Kadang Ironis
Mengutarakan pendapat di depan hadirin yang juga tertuang di dalam makalahnya yang berjudul “Penyuluh dalam Pembuluh, Pembicaraan mengenai Yonathan Rahardjo”, pembicara kedua cerpenis dan sastrawan Kurnia Effendi mengatakan , “Dalam bedah buku kumpulan cerpen 13 Perempuan, saya tidak menganalisis dari sisi literasi, agar berbagi sudut pandang dengan Ahmadun Yosi Herfanda.”
Menurut Kurnia Effendi, secara garis besar, tiga belas cerpen yang terkumpul dalam antologi tunggal itu mengusung tema humanis. Ada beberapa cerpen yang bercerita tentang banjir di Jakarta (lingkungan), tanah warisan (keluarga), dan cinta. Tidak ada tokoh superhero di sana, tidak ada pula dominasi karakter tertentu, semua hadir dalam suasana yang realistis. Dan kadang-kadang ironis.
Sebelumnya, Kurnia Effendi mengajak peserta acara, “Mari kita lirik sekilas karya-karyanya (Yonathan Rahardjo, Red). Baik yang memenangkan sayembara (novel Lanang, 2008), atau yang dihimpun dari yang terserak dalam banyak media cetak. Cukup mengesankan. Mengapa?” gugah Kurnia Effendi.
Ungkap sastrawan ini, “Yonathan mengirimkan dan mengumumkan cerpen-cerpennya ke pelbagai nama koran atau majalah atau jurnal atau semacam media berkala yang sebagian besar baru saya kenal namanya. Di mana media cetak itu terbit dan beredar? Ini semacam cara khas yang seolah menghindari pusat. Yonathan begitu peduli pada “daerah pinggiran” dan itu cukup terbaca dengan materi cerpen yang diusung: realitas yang umum terjadi di permukiman urban, persoalan yang muncul di tengah masyarakat yang berjarak (meskipun tinggal di kota besar, tetapi dalam wilayah yang kerap terendam banjir).”
Fakta yang lain, ungkap Kurnia Effendi, tulisan Yonathan yang realis itu juga mengisi ruang-ruang baca dalam khazanah relijius. Beberapa nama media itu menunjukkan segmen tertentu dengan khalayak pembaca tertentu. “Dari hulu yang sama, sastra, Yonathan mengalirkan buah pikirannya dari hasil memotret lingkungan kehidupannya ke ladang-ladang yang beragam. Saya rasa ia bahkan tak berambisi untuk menjadi ternama oleh sebuah karya, namun lebih menitikberatkan menjadi penyuluh dengan sikap-sikap sederhana. Elan semangatnya ditujukan untuk penyadaran bahwa di tengah masyarakat kita masih (entah sampai kapan) terdapat ketidakadilan, bencana politik, penindasan fisik dan psikis, dan rupa-rupa kejadian yang patut dicermati,” tegas cerpenis Indonesia ini.
Presentasi dua pembicara yang dimoderatori oleh pegiat sastra Arif Sanjaya itu berlanjut semarak dengan tanya jawab dengan begitu banyak pertanyaan oleh peserta. kompasiana.com/cerpenindonesia

Faiz Manshur: Asmara, rindu, dendam, seks, dan spiritualitas menggumpal menjadi sebuah pesona unik.

Kisah-kisah kehidupan kaum hawa yang diangkat melalui cara khusus menghasilkan cerita menawan. Yonathan Rahardjo mampu menguak batin perempuan. Buku ini spesial dipersembahkan untuk kaum hawa yang ingin menyadari jiwanya dgn cara lain. Asmara, rindu, dendam, seks, dan spiritualitas menggumpal menjadi sebuah pesona unik. Bacalah dgn batinmu.

13 Perempuan (dalam Fiksi seorang Yonathan Rahardjo)/-asmara-rindu-dendam-seks-impian-naluri-penindasan-tragedi-motivasi. Makna di dalamnya mampu mengungkapkan isi batin Anda yang selama ini sulit terungkap. Ceritanya pendek, tetapi isinya memanjangkan renungan tentang hidup dan bagaimana seharusnya kita menerima kenyataan atas hidup ini.

Faiz Manshur
Penerbit Nuansa Cendekia, Bandung

Anton Kurnia: Kumpulan cerita penuh kejutan


"Yonathan Rahardjo sungguh pengarang yang tekun dan tak kenal menyerah. Kumpulan cerita penuh kejutan ini adalah sebuah bukti upaya yang patut diapresiasi."

-Anton Kurnia, penulis cerpen dan esai, mantan tetangga Yonathan Rahardjo

Soe Tjen Marching: Menarik untuk disimak karena di berbagai kehalusan perasaan tersirat,-inilah kemahiran menulis yang cukup mengesankan.


Bagaimana kisah para perempuan ditulis oleh seorang lelaki? Penokohan dan heroisme lelaki memang masih kuat dalam beberapa tulisan di dalamnya, namun inilah sebuah karya menarik untuk disimak karena di berbagai kehalusan perasaan tersirat,-inilah kemahiran menulis yang cukup mengesankan.


-Soe Tjen Marching, Komponis, Doktor Studi Perempuan-Perempuan Indonesia,
Monash University, Australia.

Keterangan foto: Soe Tjen Marching di depan peserta kopi darat Grup Lingkar Puisi Prosa Lembaga Bhinneka di Surabaya 3-4 Nopember 2012

Chairil Gibran Ramadhan: Melewatkan cerita di dalamnya adalah sebuah kerugian bagi nurani dan moral

"Angka 13 ditakuti karena mengandung kesialan. Dan menjadi perempuan adalah bentuk kesialan yang lain karena kerap menjadi korban kekuasaan laki-laki. Tapi di tangan Yonathan Rahardjo yang terwujud adalah kelembutan, kesahajaan, dan keramahan. Melewatkan cerita di dalamnya adalah sebuah kerugian bagi nurani dan moral."

-Chairil Gibran Ramadhan, Sastrawan Betawi, Eseis;
Penulis Buku Perempuan di Kamar Sebelah: Indonesia, Women & Violence.

Acep Zamzam Noor: Salah satu dari sedikit kumpulan cerita pendek yang mampu menyentuh saya sebagai pembaca

“Saya bukan seorang pengamat cerita pendek yang intens, namun saya selalu merasa tersentuh bahka tercerahkan setiap kali membaca cerita pendek yang baik. Buku ini termasuk salah satu dari sedikit kumpulan cerita pendek yang mampu menyentuh saya sebagai pembaca.”

-Acep Zamzam Noor, Penyair Tasikmalaya.

DATA BUKU


Judul Buku: 13 PEREMPUAN.
Jenis: Kumpulan Cerpen
Penerbit: Medium (Grup Nuansa Cendekia, Bandung)
Terbit pertama kali: Juli, 2011
Tebal: 120 Hlm
ISBN : 978-602-8144-10-0
Harga: Rp 21.000.
Beredar dan dapatkan di: Toko Buku Gramedia, Gunung Agung, Togamas dll

Kisah-kisah kehidupan kaum hawa yang diangkat melalui cara khusus menghasilkan cerita menawan. Yonathan Rahardjo mampu menguak batin perempuan. Buku ini spesial dipersembahkan untuk kaum hawa yang ingin menyadari jiwanya dgn cara lain. Asmara, rindu, dendam, seks, dan spiritualitas menggumpal menjadi sebuah pesona unik. Bacalah dgn batinmu.

13 Perempuan (dalam Fiksi seorang Yonathan Rahardjo)/-asmara-rindu-dendam-seks-impian-naluri-penindasan-tragedi-motivasi. Makna di dalamnya mampu mengungkapkan isi batin Anda yang selama ini sulit terungkap. Ceritanya pendek, tetapi isinya memanjangkan renungan tentang hidup dan bagaimana seharusnya kita menerima kenyataan atas hidup ini.

Endorsement:

Endorsement:

"Yonathan Rahardjo sungguh pengarang yang tekun dan tak kenal menyerah. Kumpulan cerita penuh kejutan ini adalah sebuah bukti upaya yang patut diapresiasi."
-Anton Kurnia, penulis cerpen dan esai, mantan tetangga Yonathan Rahardjo

Bagaimana kisah para perempuan ditulis oleh seorang lelaki? Penokohan dan heroisme lelaki memang masih kuat dalam beberapa tulisan di dalamnya, namun inilah sebuah karya menarik untuk disimak karena di berbagai kehalusan perasaan tersirat,-inilah kemahiran menulis yang cukup mengesankan.
-Soe Tjen Marching, Komponis, Doktor Studi Perempuan-Perempuan Indonesia,
Monash University, Australia.

"Angka 13 ditakuti karena mengandung kesialan. Dan menjadi perempuan adalah bentuk kesialan yang lain karena kerap menjadi korban kekuasaan laki-laki. Tapi di tangan Yonathan Rahardjo yang terwujud adalah kelembutan, kesahajaan, dan keramahan. Melewatkan cerita di dalamnya adalah sebuah kerugian bagi nurani dan moral."
-Chairil Gibran Ramadhan, Sastrawan Betawi, Eseis;
Penulis Buku Perempuan di Kamar Sebelah: Indonesia, Women & Violence.

“Saya bukan seorang pengamat cerita pendek yang intens, namun saya selalu merasa tersentuh bahka tercerahkan setiap kali membaca cerita pendek yang baik. Buku ini termasuk salah satu dari sedikit kumpulan cerita pendek yang mampu menyentuh saya sebagai pembaca.”
-Acep Zamzam Noor, Penyair Tasikmalaya.